BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi merupakan proses
pertukaran informasi atau bisa juga disebut sebagai interaksi antara dua
individu atau kelompok atau lebih. Dengan demikian, semua makhluk hidup
melakukan komunikasi dengan sesamanya. Komunikasi memberikan pemahaman kepada
semua untuk melihat perbedaan dan menerimanya sebagai informasi yang
bermanfaat. Komunikasi juga memberikan toleransi untuk menerima dan memahami
pandangan orang lain serta tidak memaksakan pendapatnya sebagai suatu kebenaran.
Oleh karena itu, tidak ada
seorang manusia yang lahir ke dunia yang memiliki keterampilan berkomunikasi.
Beberapa kesalahan umum di dalam berkomunikasi sering terjadi, di antaranya
adalah saling menginterupsi, adu argumentasi, saling menyalahkan, menyerang
kepribadian, menciptakan perasaan bersalah pada lawan bicara, terburu-buru,
menyatakan keinginan tidak jelas dan tidak realistis. Hal ini yang paling
sering menyebabkan konflik antar anggota keluarga.
Keluarga merupakan tempat di
mana anak-anak belajar mengenal peran perilaku di dalam menghadapi kehidupan
global. Anggota keluarga peduli antara satu dan lainnya dengan saling mendukung
dan penuh kasih sayang. Keluarga menyediakan kebutuhan para anggotanya secara
mendasar, seperti makanan dan tempat berteduh. Keluarga juga menyediakan
dukungan finansial. Setiap anggota keluarga mempunyai kelebihan masing-masing.
Keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak kandung.
Akan tetapi, tidak selamanya
keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak kandung. Salah satu fenomena
yang banyak dijumpai dalam masyarakat saat ini adalah keberadaan orang tua
tunggal. Mereka membesarkan dan mengasuh anak-anak mereka sendiri tanpa bantuan
dari pasangannya, baik itu pihak suami maupun isteri. Penyebabnya adalah karena
kematian atau perceraian. Seperti halnya perkawinan, perceraian juga merupakan
suatu proses yang di dalamnya menyangkut banyak aspek seperti emosi, eokonomi,
sosial, dan pengakuan secara resmi oleh masyarakat melalui hukum yang berlaku.
Tidak mudah menyandang status tersebut di tengah-tengah masyarakat yang masih
memandang sebelah mata terhadap keberadaan mereka.
Orang tua tunggal harus
menjalankan peran ganda untuk keberlangsungan hidup keluarganya. Orang tua
tunggal harus mampu mengkombinasikan dengan baik antara pekerjaan domestik dan
publik. Dalam hal ini, kematangan fisik dan psikologis merupakan faktor sangat
vital dibutuhkan untuk melakukan manajemen keluarga. Faktor ekonomi sering
menjadi masalah terbesar dalam keluarga orang tua tunggal.
Menurut Papalia, Olds dan
Feldman (2002) dalam Sari (2010: 4) menyebutkan bahwa “kemiskinan memberikan
efek gangguan emosi kepada orang tua, yang turut mempengaruhi cara mereka dalam
mengasuh anak-anak. Hal ini tersebut terjadi karena mengalami gangguan
emosional, maka orang tua akan mengasuh anak dengan yang tidak tepat dan tidak
proporsional”.
Dengan demikian, orang tua
tunggal berkewajiban untuk mencari uang untuk menafkahi keluarganya dan juga
harus memenuhi kasih sayang keluarganya, ia harus melakukan perencanaan secara
matangdl menjalankan peran ganda. Dalam melakukan perencanaan tersebut, ia
harus mengkomunikasikan rencana yang telah disusun pada keluarga terdekatnya
seperti ayah atau paman, terutama orang yang dimintai bantuannya nanti.
Orang tua tunggal adalah fenomena
yang makin dianggapa biasa dalam masyarakat modern. Akan tetapi, tidak demikian
bagi anak-anak yang batu mengalami orang tuanya tidak lengkap. Anak-anak selalu
berpedoman kepada betapa pentingnya mereka memiliki ayah dan ibu yang lengkap
dan selalu bersama-sama dengan mereka (Spock, 1998: 6). Anak yang belum siap
menghadapi rasa kehilangan salah satu orang tuanya akan terpukul, dan
kemungkinan besar akan berubah tingkah lakunya. Ada yang menjadi pemarah, ada
yang suka melamun, mudah tersinggung, atau suka menyendiri. Untuk anak-anak
usia sekolah, biasanya prestasi mereka di sekolah otomatis akan menurun dan hal
tersebut akan berpengaruh pada pembentukan konsep diri anak.
Menurut Sarwono (1981) dalam
Ihromi (2002: 119) batasan usia anak-anak adalah berada pada kelompok umur 2
tahun sampai dengan 12 tahun. Pada usia seperti ini anak-anak memiliki
keinginan untuk melakukan kegiatan yang memuaskan dirinya, selain itu juga
anak-anak masih dalam keadaan untuk mengenal dirinya, sehingga anak-anak
tersebut sering terjebak kepada proses peremajaan yang belum matang. Anak-anak
yang berasal dari keluarga yang orang tua tunggal terutama disebabkan
perceraian cenderung lebih agresif dan cenderung tidak percaya diri. Gambaran
diri merupakan pandangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri itulah
yang dikatakan konsep diri.
Anak-anak menilai dirinya
sesuai dengan persepsi orang-orang yang sangat penting bagi mereka. Dari
merekalah, secara perlahan-lahan anak-anak membentuk konsep diri. Senyuman,
pujian, penghargaan, pelukan mereka, menyebabkan anak-anak menilai dirinya
secara positif. Ejekan, cemoohan, dan hardikan, membuat anak-anak memandang
diri mereka secara negatif.
Dorothy Law Nolte dalam
Rakhmat (2004: 102-103) mengatakan:
Jika anak dibesarkan dengan
celaan, maka ia akan belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan
permusuhan, maka ia akan belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan
cemoohan, maka ia akan belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan
penghinaan, maka ia akan belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan
toleransi, maka ia akan belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan
dorongan, maka ia akan belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan
pujian, maka ia akan belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan
sebaik-baiknya perlakuan, maka ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan
rasa aman, maka ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan
dukungan, maka ia akan belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan
kasih sayang dan persahabatan, maka ia belajar menemukan cinta dalam hidupnya
Berdasarkan pengamatan
penulis, ada beberapa anak yang berasal dari keluarga yang orang tuanya tunggal
akibat perceraian memiliki konsep diri cenderung ke arah negatif jika
dibandingkan dengan keluarga orang tua tunggal akibat kematian, namun tidak
tertutup kemungkinan untuk hal yang sebaliknya. Hal ini disebabkan kurangnya
komunikasi di antara orang tua tunggal dengan anak-anaknya akibat beberapa
faktor yang tidak mendukung. Dengan demikian, penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul “Model Komunikasi
Antar Pribadi Orang Tua Tunggal dalam Membentuk Konsep Diri Anak di Gampong
Cadek Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas,
maka penulis perlu menetapkan beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana gambaran tentang komunikasi
antar pribadi yang dilakukan antara anak dengan orang tua tunggal?
2. Bagaimana tingkat keterbukaan anak dengan
orang tuanya yang tunggal?
3. Bagaimana konsep diri yang terbentuk pada
anak sebagai hasil dari komunikasi antar pribadi yang dilakukan antara anak
dengan orang tua tunggal?
C. Tujuan Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui gambaran tentang
komunikasi antar pribadi yang dilakukan antara anak dengan orang tua tunggal.
2. Untuk mengetahui tingkat keterbukaan anak
dengan orang tuanya yang tunggal.
3. Untuk mengetahui konsep diri yang
terbentuk pada anak sebagai hasil dari komunikasi antar pribadi yang dilakukan
antara anak dengan orang tua tunggal.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat penting,
yaitu:
1. Secara teoritis, penelitian ini berguna
untuk menambah pengetahuan penulis mengenai komunikasi antar pribadi dalam
keluarga yang orang tua tunggal.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau referensi khususnya bagi orang tua
tunggal agar mereka mengetahui komunikasi yang tepat dilakukan pada anaknya
dalam rangka pembentukan konsep diri yang positif.
3. Secara akademis, penelitian dapat
memperkaya khazanah keilmuan dalam bidang komunikasi, sehingga dapat
meningkatkan jumlah referensi di perpustakaan Universitas Iskandarmuda Banda
Aceh, khusus pada Program Studi Ilmu Komunikasi.
No comments:
Post a Comment