Wednesday 27 May 2015

Proposal Skripsi Ilmu Komunikasi Model Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi atau bisa juga disebut sebagai interaksi antara dua individu atau kelompok atau lebih. Dengan demikian, semua makhluk hidup melakukan komunikasi dengan sesamanya. Komunikasi memberikan pemahaman kepada semua untuk melihat perbedaan dan menerimanya sebagai informasi yang bermanfaat. Komunikasi juga memberikan toleransi untuk menerima dan memahami pandangan orang lain serta tidak memaksakan pendapatnya sebagai suatu kebenaran.
Oleh karena itu, tidak ada seorang manusia yang lahir ke dunia yang memiliki keterampilan berkomunikasi. Beberapa kesalahan umum di dalam berkomunikasi sering terjadi, di antaranya adalah saling menginterupsi, adu argumentasi, saling menyalahkan, menyerang kepribadian, menciptakan perasaan bersalah pada lawan bicara, terburu-buru, menyatakan keinginan tidak jelas dan tidak realistis. Hal ini yang paling sering menyebabkan konflik antar anggota keluarga.
Keluarga merupakan tempat di mana anak-anak belajar mengenal peran perilaku di dalam menghadapi kehidupan global. Anggota keluarga peduli antara satu dan lainnya dengan saling mendukung dan penuh kasih sayang. Keluarga menyediakan kebutuhan para anggotanya secara mendasar, seperti makanan dan tempat berteduh. Keluarga juga menyediakan dukungan finansial. Setiap anggota keluarga mempunyai kelebihan masing-masing. Keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak kandung.
Akan tetapi, tidak selamanya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak kandung. Salah satu fenomena yang banyak dijumpai dalam masyarakat saat ini adalah keberadaan orang tua tunggal. Mereka membesarkan dan mengasuh anak-anak mereka sendiri tanpa bantuan dari pasangannya, baik itu pihak suami maupun isteri. Penyebabnya adalah karena kematian atau perceraian. Seperti halnya perkawinan, perceraian juga merupakan suatu proses yang di dalamnya menyangkut banyak aspek seperti emosi, eokonomi, sosial, dan pengakuan secara resmi oleh masyarakat melalui hukum yang berlaku. Tidak mudah menyandang status tersebut di tengah-tengah masyarakat yang masih memandang sebelah mata terhadap keberadaan mereka.
Orang tua tunggal harus menjalankan peran ganda untuk keberlangsungan hidup keluarganya. Orang tua tunggal harus mampu mengkombinasikan dengan baik antara pekerjaan domestik dan publik. Dalam hal ini, kematangan fisik dan psikologis merupakan faktor sangat vital dibutuhkan untuk melakukan manajemen keluarga. Faktor ekonomi sering menjadi masalah terbesar dalam keluarga orang tua tunggal.
Menurut Papalia, Olds dan Feldman (2002) dalam Sari (2010: 4) menyebutkan bahwa “kemiskinan memberikan efek gangguan emosi kepada orang tua, yang turut mempengaruhi cara mereka dalam mengasuh anak-anak. Hal ini tersebut terjadi karena mengalami gangguan emosional, maka orang tua akan mengasuh anak dengan yang tidak tepat dan tidak proporsional”.
Dengan demikian, orang tua tunggal berkewajiban untuk mencari uang untuk menafkahi keluarganya dan juga harus memenuhi kasih sayang keluarganya, ia harus melakukan perencanaan secara matangdl menjalankan peran ganda. Dalam melakukan perencanaan tersebut, ia harus mengkomunikasikan rencana yang telah disusun pada keluarga terdekatnya seperti ayah atau paman, terutama orang yang dimintai bantuannya nanti.
Orang tua tunggal adalah fenomena yang makin dianggapa biasa dalam masyarakat modern. Akan tetapi, tidak demikian bagi anak-anak yang batu mengalami orang tuanya tidak lengkap. Anak-anak selalu berpedoman kepada betapa pentingnya mereka memiliki ayah dan ibu yang lengkap dan selalu bersama-sama dengan mereka (Spock, 1998: 6). Anak yang belum siap menghadapi rasa kehilangan salah satu orang tuanya akan terpukul, dan kemungkinan besar akan berubah tingkah lakunya. Ada yang menjadi pemarah, ada yang suka melamun, mudah tersinggung, atau suka menyendiri. Untuk anak-anak usia sekolah, biasanya prestasi mereka di sekolah otomatis akan menurun dan hal tersebut akan berpengaruh pada pembentukan konsep diri anak.
Menurut Sarwono (1981) dalam Ihromi (2002: 119) batasan usia anak-anak adalah berada pada kelompok umur 2 tahun sampai dengan 12 tahun. Pada usia seperti ini anak-anak memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan yang memuaskan dirinya, selain itu juga anak-anak masih dalam keadaan untuk mengenal dirinya, sehingga anak-anak tersebut sering terjebak kepada proses peremajaan yang belum matang. Anak-anak yang berasal dari keluarga yang orang tua tunggal terutama disebabkan perceraian cenderung lebih agresif dan cenderung tidak percaya diri. Gambaran diri merupakan pandangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri itulah yang dikatakan konsep diri.
Anak-anak menilai dirinya sesuai dengan persepsi orang-orang yang sangat penting bagi mereka. Dari merekalah, secara perlahan-lahan anak-anak membentuk konsep diri. Senyuman, pujian, penghargaan, pelukan mereka, menyebabkan anak-anak menilai dirinya secara positif. Ejekan, cemoohan, dan hardikan, membuat anak-anak memandang diri mereka secara negatif.
Dorothy Law Nolte dalam Rakhmat (2004: 102-103) mengatakan:
Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia akan belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia akan belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia akan belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia akan belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia akan belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, maka ia akan belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, maka ia akan belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, maka ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, maka ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka ia akan belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia belajar menemukan cinta dalam hidupnya

Berdasarkan pengamatan penulis, ada beberapa anak yang berasal dari keluarga yang orang tuanya tunggal akibat perceraian memiliki konsep diri cenderung ke arah negatif jika dibandingkan dengan keluarga orang tua tunggal akibat kematian, namun tidak tertutup kemungkinan untuk hal yang sebaliknya. Hal ini disebabkan kurangnya komunikasi di antara orang tua tunggal dengan anak-anaknya akibat beberapa faktor yang tidak mendukung. Dengan demikian, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul “Model Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Tunggal dalam Membentuk Konsep Diri Anak di Gampong Cadek Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis perlu menetapkan beberapa rumusan masalah, yaitu:
1.      Bagaimana gambaran tentang komunikasi antar pribadi yang dilakukan antara anak dengan orang tua tunggal?
2.      Bagaimana tingkat keterbukaan anak dengan orang tuanya yang tunggal?
3.      Bagaimana konsep diri yang terbentuk pada anak sebagai hasil dari komunikasi antar pribadi yang dilakukan antara anak dengan orang tua tunggal?

C.    Tujuan Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui gambaran tentang komunikasi antar pribadi yang dilakukan antara anak dengan orang tua tunggal.
2.      Untuk mengetahui tingkat keterbukaan anak dengan orang tuanya yang tunggal.
3.      Untuk mengetahui konsep diri yang terbentuk pada anak sebagai hasil dari komunikasi antar pribadi yang dilakukan antara anak dengan orang tua tunggal.

D.    Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat penting, yaitu:
1.      Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan penulis mengenai komunikasi antar pribadi dalam keluarga yang orang tua tunggal.
2.      Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau referensi khususnya bagi orang tua tunggal agar mereka mengetahui komunikasi yang tepat dilakukan pada anaknya dalam rangka pembentukan konsep diri yang positif.

3.      Secara akademis, penelitian dapat memperkaya khazanah keilmuan dalam bidang komunikasi, sehingga dapat meningkatkan jumlah referensi di perpustakaan Universitas Iskandarmuda Banda Aceh, khusus pada Program Studi Ilmu Komunikasi.

No comments:

Post a Comment